Sungguh sangat melimpah karunia yang
Allah berikan pada kita, kaum perempuan. Tak terkira, menyelami nikmat
dan makna rasa hati seorang ibu. Sulit untuk dilukiskan dengan kata
kata. Kebahagiaan itu. Saat mempersiapkan ananda melalui hari hari yang
melelahkan untuk mengejar menyelesaikan berbagai urusannya. Bahagia…
merasa dibutuhkan, gembira melihat senyum sumringahnya, terharu saat
dari lisannya terungkap kata indah, “terima kasih ibu, jazakillah, telah
menemaniku,
sehingga aku tidak bermalas untuk bergegas berangkat
menyelesaikan urusan ini. Ibu, aku mencintaimu“. Tak kuasa menahan panas
air mata yang mulai meleleh di pipi, yang sengaja disembunyikan, karena
haru biru yang memuncak. Rasa pegal dan nyeri di kaki lantaran berjalan
yang cukup jauh dengan sepatu yang agak kelonggaran serasa hilang
disiram kalimat sejuk yang mengalir dengan tulus. Wahai para ibu, betapa
sering kita menemukan momentum penting untuk menyelami hati ananda,
seringkali terlewat karena ketidaktahuan kita, atau karena kepura-puraan
terhadap kebutuhan ananda akan kasih sayang seorang ibu.
Sungguh
miris mendengarkan kabar-kabar berita terbaru tentang anak-anak yang
melakukan tindakan yang semestinya tidak perlu terjadi. Kita, para ibu,
harus banyak introspeksi, adakah kita telah bisa mendampingi anak-anak
kita melalui hari hari yang mungkin sulit dalam kehidupannya, sehingga
mereka tidak merasa depresi. Dia merasakan kasih sayang, kelembutan,
kepedulian dan belain cinta dan pelukan hangat hati ibundanya. Hal
semacam ini yang mungkin sudah jarang ditemukan oleh anak anak di negeri
ini. Sampai harus terjadi kasus kasus yang memprihatinkan. Sungguh
sangat menyesakkan data, ketika kita mendapatkan data, bahwa tingkat
bunuh diri anak-anak cukup tinggi, seperti disampaikan oleh ketua KOMNAS
Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait. Rata-rata setiap 5 hari ada 1
anak yang bunuh diri. Astagfirullah…. mengerikan sekali. Salah
satunya ada anak yang bunuh diri karena ibunya memarahi dia ketika susah
disuruh mandi. Inilah realita memilukan yang terjadi di sekitar kita. Faktor
kehangatan dalam keluarga, menjadi sesuatu yang sangat penting untuk
tumbuh kembangnya generasi yang sehat jasmani dan rohani.
Keharmonisan hubungan ayah ibu, komunikasi yang sehat orang tua dan
anak. Perhatian yang tulus dan doa doa indah yang senantiasa kita
lantunkan, menjadi PR untuk seluruh keluarga Indonesia, untuk
menghadirkan generasi mendatang yang berkualitas.
Sayangnya,
kondisi keluarga yang demikian belum banyak kita temukan. Berbagai
kendala yang terkait dengan kebijakan publik masih membayangi kehidupan
keluarga Indonesia. Kesadaran moral dan agama para orang tua, seringkali
digerogoti oleh berbagai tayangan media yang sering kurang mendidik,
kehidupan yang menampilkan kekerasan, sikap hedonis, pergaulan bebas,
konsumtif, mistis dan berbagai sikap yang bertentangan dengan nilai
nilai keraifan keluarga Indonesia. Perlu aturan dan kontrol yang tegas
dari pemangku kebijakan.
Di satu sisi, taraf ekonomi dan pedidikan
anggota keluarga yang relatif rendah, seringkali juga menjadi pemicu
keretakan keluarga dengan basis moral agama yang minim/rendah. Dari
keluarga yang semacam ini sulit bagi seorang anak untuk bisa mendapatkan
kehangatan keluarga yang dirindukan. Kebijakan menghadirkan program
program yang bisa meningkatkan kesadaran moral dan agama, dan kebijakan
yang banyak membantu meningkatkan taraf ekonomi dan pendidikan keluarga,
mestinya menjadi sesuatu yang terus menerus kita perjuangkan menjadi
prioritas.
Pada keluarga keluarga yang relatif mapan dari sisi
pendidikan dan ekonomi, masalahnya seringkali berkisar pada kemandirian
istri yang menjadi bablas sampai hilang hormat dan bangganya kepada
suami sebagai kepala keluarga. Merasa sudah mampu memenuhi kebutuhan
diri dan keluarganya, dengan tingkat pendapatan yang boleh jadi melebihi
pendapatan suami, akhirnya merasa tidak perlu lagi taat dan hormat pada
suami. Ini menjadi awal ketidakharmonisan dalam keluarga. Keretakan
keluarga, menjadi sesutu yang pelan tapi pasti, bahkan bisa berujung
pada perpecahan/perceraian. Sejatinya, seorang suami telah diangkat oleh
Alah swt untuk menjadi pemimpin bagi keluarga.
“Arrijaalu qowwamuuna alannisa…. Laki –laki adalah pemimpin bagi wanita“ (An-Nisa 34)
Sebagai
seorang ibu, sebagai seorang istri, sebagai seorang ayah, sebagai orang
tua, sebagai seorang guru, sebagai seorang pemimpin, sebagai anggota
masyarakat dan sebagai apapun kita, adalah menjadi tanggung kita bersama
untuk berkontribusi menghadirkan generasi yang berkualitas, pemimpin
masa depan yang akan memakmurkan bumi ini. Pada posisi kita masing
masing marilah berbuat yang terbaik sesuai tanggung jawab dan kapasitas
kita. Niscaya kehidupan indah dimasa depan menjadi realita. Mulai dari
sekarang, mulai dari yang dekat, mulai melakukan hal kecil yang
bermanfaat. Wallahu a’lam. (usb/dakwatuna)
0 comments:
Posting Komentar